9/11/15

LAPORAN RESMI KLIMATOLOGI ACARA III ANALISIS DATA METEOROLOGI

ACARA III
ANALISIS DATA METEOROLOGI
I. PENDAHULUAN
     A. LATAR BELAKANG
Dalam menganalisis data meteorologi di suatu wilayah diperlukan adanya data cuaca bulanan salama satu tahun dari suatu stasiun meteorologi, yang terdiri dari data curah hujan (CH), evaporasi (EV), suhu termometer bola basah (TBB), suhu termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP).
Selain itu juga diperlukan data untuk menganalisis regresi dan korelasi, data yang perlukan antara lain suhu (T), kelembaban (RH), panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP), dan evaporasi (EV) bulanan selama satu tahun, yang diperoleh dari data diatas.
Data disajikan dalam berbagai macam jenis, ada data mentah yang merupakan data asli dari suatu alat pengukur dan  belum diolah. Data matang merupakan data asli yang sudah diolah menjadi data yang dapat digunakan dalam beberapa aplikasi pengolahan yang berkaitan dengan data tersebut, dan data siap pakai merupakan data yang sudah diolah menjadi data yang dapat digunakan sebagai acuan tetap dan dapat dioperasikan dalam penentuan hal-hal yang berkaitan dengan data tersebut.
Untuk menentukan analisis regresi dan korelasi, sebaiknya dalam penghitungan menggunakan bantuan kalkulator, sehingga nantinya didapat suatu persamaan regresi linier: Y = a + bX, dimana Y merupakan perubahan tak bebas (faktor yang dipengaruhi), X merupakan perubahan bebas (faktor yang mempengaruhi), a merupakan pengaruh faktor lain yang tidak dipengaruhi perubahan bebas, dan bmerupakan koefisien relasi (gradien garis). Sedangkan koefisien regresi yang bukan linier disimbolkan dengan (r).
Berikut hubungan antara dua anasir iklim :
PP        Vs        T                                  IP        Vs        RH
PP        Vs        RH                              IP        Vs        EV
PP        Vs        EV                               T          Vs        RH
PP        Vs        IP                                T          Vs        EV
PP        Vs        T                                  RH      Vs        ZV
B.     TUJUAN
1.                  Melatih mahasiswa untuk mengolah dan menganalisis data meteorologi
pertanian serta menyajikannya dalam data siap pakai.
2.                  Mempelajari hubungan timbal balik antara anasir-anasir iklim.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran suatu anasir iklim akan menghasilkan suatu data. Data hasil pengukuran ini menggambarkan kondisi suatu anasir iklim pada waktu dilakukannya pengukuran.Akan tetapi, data hasil pengukuran ini belum dapat dimanfaatkan secara luas.Perlu diadakan suatu pengolahan atau analisis data agar data hasil pengukuran tersebut memberikan nilai manfaat yang lebih dan dapat dipahami dengan mudah. Jika melalui data hasil pengukuran akan diketahui kondisi suatu anasir iklim pada waktu pengukuran dilakukan, maka melalui analisis data klimatologi, akan diketahui dampak atau pengaruh yang mungkin ditimbulkan kondisi anasir iklim yang demikian terhadap anasir iklim lainnya atau terhadap anasir agronomis seperti produksi (Transportation Research Board of the National Academies, 2013).
Metodestatistika merupakan teknik analisis data untuk sebuah persoalan yang menyangkut dua peubah atau lebih yang ada atau diduga ada dalam suatu pertautan tertentu yang disebut teknik analisis regresi dan analisis korelasi.Regresi multipel adalah regresi yang melibatkan sebuah peubah tak bebas dan dua atau lebih peubah bebas.Kemudian disusun analisis korelasinya dalam bentuk korelasi multipel.Regresi merupakan bentuk hubungan antara peubah respon (Y) dan peubah prediktor (X).Manfaat dari analisis regresi adalah untuk mengetahui peramalan rata-rata peubah respon berdasarkan peubah prediktor, perkiraan rerata untuk peubah respon untuk setiap perubahan satuan prediktor termasuk jarak taksiran rata-rata dan individu untuk peubah respon.Selain itu, jika hubungan antar peubah respon dengan peubah prediktor memang ada maka untuk mengetahui ada atau tidaknya kontribusi peubah prediktor terhadap peubah respon terdapat pada bagian korelasi (r), harga r berkisar pada nilai -1 hingga 1.Koefisien korelasi negatif memiliki hubungan dengan koefisien arah negatif.Sedangkan korelasi positif memiliki hubungan dengan koefisien arah positif.Jika nilai korelasinya nol maka koefisien arah nol atau dapat dikatakan jika antara peubah respon dan peubah prediktor tidak memiliki hubungan (Sudjana, 1991).
Cara memprediksi kemungkinan curah hujan yaitu dengan melakukan banyak penyelidikan mengenai distribusi curah hujan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1978):
1.                  Cara distribusi normal
Cara ini digunakan untuk menyelesaikan atau menghitung distribusi normal yang didapat dengan merubah variabel distribusi asimetris (X) ke dalam logaritma atau ke dalam akar pangkat (n).
2.                  Cara kurva asimetris
Cara ini adalah cara yang langsung menggunakan kurva asimetris kemungkinan kerapatan. Cara-cara yang digunakan adalah jenis distribusi eksponensial dan distribusi harga ekstrem.
3.                  Cara yang manggunakan kombinasi cara 1 dan cara 2
Jumlah curah hujan tidak menunjukkan informasi yang dibutuhkan untuk mengukur pengikisan dari badai hujan. Kekuatan yang digunakan di permukaan tanah dengan setiap tetesan air hujan dapat diperlihatkan dengan kekuatan yang meliputi badai hujan. Untuk menghitung nilai ini, informasi yang harus tersedia adalah besar dan lamanya hujan badai, ukuran dan kecepatan pada tiap tetesan hujan dan penyaluran ukuran tiap tetes. Dalam daerah musim hujan, hujan harian biasanya jatuh selama satu badai, kemudian hal ini dapat dianggap bahwa curah hujan bulanan dibagi dengan jumlah hujan harian tiap bulan menghasilkan pengukuran yang layak dari rata-rata jumlah hujan yang turun selama satu badai pada bagian bulan tersebut (Linder, 1981).
Probabilitas dan prakiraan data curah hujan lebih praktis mendapatkan perhatian, karena hal ini dapat mengubah hasil panen tanaman, permintaan evaporasi dan tipe tanah. Pada faktanya periode dengan kalkulasinya dibutuhkan untuk mengubah nilai kritik dari curah hujan dalam suatu periode. Permasalahan yang ada seperti ketidaktepatan dalam perubahan kalkulasi dengan jangka waktu yang pendek dan curah hujan yang rendah (Jackson, 1984).















III. METODOLOGI
Praktikum acara III yang berjudul Analisis Data Meteorologi dilaksanakan  pada hari Senin tanggal  29 September 2014 di Laboratorium Agroklimatologi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini meliputi data bulanan selama satu tahun dari stasiun meteorologi yang terdiri atas data curah hujan (CH), kelembaban nisbi (RH), evaporasi (EV), termometer bola basah (TBB), termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), dan intensitas penyinaran (IP), bahan ini digunakan untuk analisis, penyajian dan interpretasi data. Sedangkan untuk analisis korelasi dan analisis regresi digunakan data temperatur (T), kelembaban nisbi (RH), evaporasi (EV), termometer bola basah (TBB), termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), dan intensitas penyinaran (IP) bulanan selama satu tahun yang diperoleh dari analisis data yang diperoleh.
Dalam menyajikan dan mengintepretasi data meteorologi pertanian memerlukan pembagian kerja yaitu dengan membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok menurut stasiun meteorologi sebagai sumber data.Kemudian masing-masing kelompok saling menukarkan data yang telah diperoleh.Untuk menghitung banyaknya curah hujan yang pertama kali dilakukan adalah menghitung jumlah curah hujan perdasarian, tinggi curah hujan bulanan, dan curah hujan tahunan.Kemudian dihitung jumlah hari hujan selama setahun, bulan-bulan basah, dan bulan-bulan kering menurut Mohr.Untuk mengolah data suhu udara (TBB dan TBK) dihitung rata-rata suhu harian, yang mengukurnya digunakan cara dua kali suhu udara pada pukul 07.00 ditambah suhu udara pada pukul 13.00 dan ditambah lagi dengan suhu udara pada pukul 18.00. Kemudian data tersebut dibagi empat. Untuk menghitung suhu bulanan dilakukan dengan cara membagi jumlah suhu harian selama satu bulan dengan jumlah hari dalam satu bulan tersebut.
Sedangkan untuk menghitung suhu tahunan dilakukan dengan cara membagi jumlah suhu bulanan selama satu tahun dengan jumlah bulan dalam satu tahun (12 bulan). Atau dapat digunakan rumus Braak yaitu T tahunan = 26,3-0,6h; suhu maksimum = 31,3-0,62h; dan suhu minimum = 22,8-0,53h, yang terakhir dibuat grafik suhu bulanan selama satu tahun.Untuk menghitung kelembaban relatif udara dapat dilakukan dengan rumus perhitungan suhu harian dan suhu tahunan, dengan dasar selisih TBB dan TBK pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00.Kemudian dibuat grafik ayunan RH (kelembaban relatif udara) bulanan selama satu tahun dan yang terakhir diberikan pembahasan mengenai pola ayunan T dan RH bulanan selama satu tahun.Untuk menghitung panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP), dan evaporasi (EV) mula-mula dihitung rerata panjang penyinaran, intensitas penyinaran dan evaporasi bulanan selama satu tahun.Kemudian dibuat grafik rerata panjang penyinaran, intensitas penyinaran, dan evaporasi bulanan selama satu tahun.Dan yang terakhir adalah pembahasan mengenai pola ayunan panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP), dan evaporasi (EV) selama satu tahun.Untuk analisis regresi dan analisis korelasi, dilakukan penghitungan nilai regresi dan korelasi dengan bantuan data harian selama setahun diantara dua anasir iklim. Analisis dilakukan dengan menggunakan kalkulator sehingga diperoleh persamaan regresi y = a + bx dan koefisien korelasi (r). Terakhir, dilakukan pembuatan grafik persamaan regresi dari hubungan antara anasir iklim tersebut kemudian dibahas tingkat keeratan masing-masing hubungannya.























IV. HASIL PENGAMATAN
  1. Hasil Perhitungan
Tabel 3.1 Data Klimatologi Bulanan
BULAN
T (0C)
RH (%)
PP (%)
EV (mm)
CH (mm)
KA (km/jam)
JAN
26,74
84,39
29,3
53,0
428,4
1,6
FEB
26,45
84,62
30,1
66,8
446,8
1,6
MAR
27,34
82,71
44,2
64,0
65,4
1,9
APR
28,48
76,36
71,2
64,7
38,0
1,5
MEI
27,79
81,47
69,8
78,1
69,5
1,4
JUNI
26,95
80,43
74,1
104,2
50,1
1,7
JULI
25,36
81,55
74,1
100,2
10,3
1,9
AGUST
25,16
79,37
74,0
97,3
20,9
1,9
SEPT
25,39
81,78
58,5
70,2
9,0
2,5
OKT
26,99
81,23
46,5
93,6
34,2
2,8
NOV
26,79
84,33
49,0
64,3
229
2,3
DES
27,13
80,99
50,2
36,5
426
1,5

Cara Perhitungan:
*                    Untuk menghitung Temperatur digunakan rumus T harian dari TBK yaitu:

Contoh:
0C
*                    Untuk menghitung RH digunakan persamaan matematika
Ket:    
y = nilai kelembababan relatif (RH) pada setiap pengamatan
x = selisih dari TBK dan TBB
x1 = nilai (t-t’)1 pada tabel
x2 = nilai (t-t’)2 pada tabel
y1 = nilai RH 1 pada tabel
y2 = nilai RH 2 pada tabl
Contoh perhitungan RH pada pukul 07.00:

Sedangkan untuk menghitung rata-rata RH harian digunakan rumus yang sama dengan menghitung T harian, yaitu:
Contoh:
B.     Hasil Analisis Data Klimatologi Bulanan

VARIABEL
A
b
r
PERSAMAAN REGRESI
( Y = a + bx )
PP vs T
98,64
-1,59
-0,095
Y = 98,64-1,59x
PP vs RH
429,96
-5,35
-0,512
Y =429,96-5,35x
PP vs EV
9,60
0,48
0,486
Y = 19,60+0,48x
T vs EV
28,07
-0,018
-0,3829
Y =28,07-0,018x
T vs RH
35,27
-0,104
0,4122
Y = 35,27-0,030x
RH vs EV
83,85
-0,030
-0,4066
Y = 83,85-0,030x
RH vs CH
80,46
7,4.10-3
0,495
Y = 80,46+7,4.10-3x
KA vs EV
1,401
6,4.10-3
0,306
Y = 1,401+6,4.10-3x
KA vs RH
-0,517
0,029
-0,0925
Y = -0,517+0,029x
KA vs CH
2,026
-9,3.10-4
-0,387
Y = 2,026-9,3.10-4x
·         Analisis diatas menggunakan alat hitung kalkulator.
Data mentah terlampir.





V. PEMBAHASAN
  1. DATA KLIMATOLOGI BULANAN
1.      SUHU UDARA (T)
Grafik 3.1 Suhu (T) Tiap Bulan
            Kenaikan dan penurunan temperature terjadi karena adanya perubahanpeningkatan gas rumah kaca di atmosfer dan juga perubahan jumlah energi yang dihasilkan matahari.Terjadinya perubahan suhu dari bulan ke bulan selama satu tahun juga dapat disebabkan oleh pengaruh intensitas penyinaran radiasi matahari atau terjadinya insolation (incoming solar radiation). Radiasi matahri yang tinggi akan menyebabkan suhu di permukaan bumi semakin tinggi. Dari grafik dapat dilihat bahwa perbedaan temperatur tiap bulannya sangat kecil, yaitu pada bulan Januari suhunya 26,74°C sampai bulan Maret suhunya 27,34°C. Pada bulan Oktober terjadi kenaikan suhu yang tinggi.Hal tersebut terjadi karena pada saat antara bulan Agustus sampai Desember, matahari terletak pada posisi di selatan garis ekuator sedangkan letak stasiun pengamatan terletak pada lintang selatan maka suhu yang tercipta semakin besar karena pengaruh radiasi sinar matahari.
Suhu udara berperan penting dalam proses biofisika dan biokimia. Suhu udara maksimum rata-rata di Indonesia umumnya tidak melebihi 32 0C. Hal ini terjadi karena wilayah Indonesia sebagian besar merupakan wilayah lautan, Permukaan air yang luas akan berperan penting dalam memperkecil fluktuasi suhu, karena sebagian besar radiasi matahari terpakai untuk penguapan air (evaporasi). Di selatan ekuator, temperatur siang hari tertinggi tercatat dari bulan September hingga bulan November, dengan puncak pada bulan April-Mei. Hal ini sesuai grafik yang ada dari hasil analisis suhu bulanan, bahwa suhu ertinggi terdapat pada bulan April yaitu 28,43 oC, dan suhu relatif rendah terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan Agsutus. Pada bulan Juli dan Juni, temperatur maksimum bulanan rerata relatif rendah di selatan ekuator, terutama oleh adanya arus tenggara yang dingin. Akan tetapi pada bulan Januari dan Februari, temperatur hariannya relatif rendah karena jumlah awan yang cukup banyak akibatnya sinar matahari sulit untuk menembus.
2.      KELEMBABAN UDARA (RH)
Grafik 3.2Kelembaban (RH) Udara Tiap Bulan
Berdasarkan grafik di atas, kelembaban nisbi udara setiap bulan dalam satu tahun mengalami kenaikan dan penurunan. Kelembaban nisbi terendah pada bulan April sebesar 76,36% dan tertinggi pada bulan Februari sebesar 84,6%.Kelembaban berbanding terbalik dengan suhu.Jika kelembaban tinggi maka suhu rendah.Jika kelembaban rendah, maka suhunya tinggi. Dari analisa tersebut, kemungkinan bulan april sampai oktober adalah musim kemarau karena kelembaban relatif rendah. Sedangkan pada bulan oktober sampai april adalah musim penghujan karena kelembaban relatif tinggi. Penyajian data seperti ini yang sangat dibutuhkan oleh petani untuk menentukan masa tanam. Masa tanam yang tepat akan sanagat membantu petani dalam mengurangi setidaknya pengeluaran untuk pengairan pada lahan yang dimilikinya.
.






3.      PANJANG PENYINARAN(PP)
Grafik3.3 Panjang Penyinaran (PP) Tiap Bulan
Panjang penyinaran pada bulan JanuariApril dan bulan Mei sampai Agustus mengalami kenaikan dengan panjang penyinaran tertinggi pada bulan Juni dan Juli dengan angka PP sebesar74,1 %. Pada bulan tersebut matahari berada pada belahan bumi bagian selatan sedangkan letak stasiun pengamatan berada di daerah lintang selatan. Setelah itu, panjang penyinaran mengalami penurunan, Panjang Penyinaran terendah, yaitu 29,3% pada buan Januari. Penurunan panjang penyinaran berhubungan dengan kelembaban. Pada saat panjang penyinaran tertinggi, suhu akan meningkat dan menyebabkan naiknya kapasitas udara untuk menampung uap air. Apabila kelembaban tinggi dan evaporasi rendah, maka panjang penyinaran relatif rendah. Hal ini terjadi pada bulan Februari dimana kelembaban relatif tinggi walaupun evaporasi rendah.Panjang penyinaran yang lama mempengaruhi kelembaban udara. Variasi panjang penyinaran terjadi disebabkan oleh keadaan musim yang berubah (pancaroba) dari musim panas ke musim hujan dan dipengaruhi oleh letak lintang. Selain itu panjang penyinaran juga dapat disebabkan oleh intensitas radiasi matahari, intensitas sinar matahari yang tinggi akan menyebabkan tingginya panjang penyinaran.







  1. EVAPORASI (EV)










Grafik 3.4 Evaporasi (EV) Tiap Bulan
                Pada grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat evaporasi pada bulan Januari hingga Desember selalu bervariasi.Titik terendah tingkat evaporasi terjadi pada bulan Desember, sedangkan evaporasi tertinggi terjadi pada bulan Juni.Pada bulan Oktober terjadi penurunan pada bulan November dan Desember hal ini disebabkan datangnya musim hujan pada bulan Oktober sampai Maret, yang mempengaruhi laju evaporasi.Tingkat evaporasi dapat dipengaruhi oleh radiasi matahari, temperatur udara dan uap air di permukaan.Radiasi matahari merupakan sumber utama panas dan mempengaruhi jumlah evaporasi di atas permukaan bumi, yang tergantung pada letak pada garis lintang dan musim.Temperatur Udara sangat berpengaruh terhadap evaporasi sebab semakin tinggi temperatur semakin besar kemampuan udara untuk menyerap air.Selain itu semakin tinggi temperatur, energi kinetik molekul air meningkat sehingga molekul air semakin banyak yang berpindah ke lapisan udara di atasnya dalam bentuk uap air. Uap air di permukaan mempengaruhi karena evaporasi tidak dapat terjadi dari tanah yang benar-benar kering. Selanjutnya kandungan uap air udara di atas permukaan atau kelembaban udara yang jika kelembaban udara pada tempat tersebut tinggi maka evaporasinya rendah, begitu juga sebaiknya.





  1. CURAH HUJAN (CH)










Grafik 3.5Curah Hujan (CH) Tiap Bulan
Pada grafik curah hujan diatas dapat diketahui curah hujan tinggi terjadi pada bulan November sampai Febuari dan yang tertinggi pada bulan Februari.Sedangkan pada bulan Maret sampai Oktober curah hujan yang terjadi sangat kecil.Sehingga dapat diketahui pada bulan November sampai Februari terjadi musim hujan yang menyebabkan curah hujan tinggi, dan pada bulan Maret sampai Oktober terjadi musim kemarau.Bila kita hubungkan pada fenomena el nino, el nino menyebabkan curah hujan disebagian besar wilayah Indonesia berkurang. Menurut grafik tersebut, el nino terjadi pada bulan maret sampai oktober yang curah hujannya relatif rendah. El Nino adalah gejala gangguan iklim yang diakibatkan oleh naiknya suhu permukaan laut Samudera Pasifik sekitar khatulistiwa bagian tengah dan timur.Naiknya suhu di Samudera Pasifik.Ini mengakibatkan perubahan pola angin dan curah hujan yang ada di atasnya. Pada saat normal hujan banyak turun di Australia dan Indonesia, namun akibat El Nino ini hujan banyak turun di Samudera Pasifik sedangkan di Australia dan Indonesia menjadi kering. Sedangkan pada bulan november sampai februari, kemungkinan terjadi la nina karena curah hujan relatif tinggi. La Nina adalah gejala gangguan iklim yang diakibatkan suhu permukaan laut Samudera Pasifik dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Akibat dari La Nina adalah hujan turun lebih banyak di Samudera Pasifik sebelah barat Australia dan Indonesia. Dengan demikian di daerah ini akan terjadi hujan lebat dan banjir di mana-mana.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi curah hujan antara lain garis lintang, ketinggian tempat, arah angin, hubungan dengan deretan pegunungan, perbedaan suhu daratan dan lautan, dan luas daratan. Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas.Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang.Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Suroso, 2006).
  1. KECEPATAN ANGIN (KA)










Grafik 3.6 Kecepatan Angin (KA) Tiap Bulan
Pada grafik pengamatan kecepatan angin dapat diketahui bahwa kecepatan tertinggi pada bulan Oktober dan kecepatan angin terendah pada bulan Mei.Pada grafik terlihat bahwa kecepatan angin terlihat berfluktuasi setiap bulannya.Perbedaan kecepatan angin diakibatkan oleh pengaruh rotasi bumi terhadap matahari.Kecepatan angin akan berbeda pada permukaan yang tertutup oleh vegetasi dengan ketinggian tertentu, oleh karena itu kecepatan angin dipengaruhi oleh karakteristik permukaan yang dilaluinya.Kecepatan angin yang ideal adalah 19-35 km/jam.Pada keadaan kecepatan angin yang tidak kencang, serangga penyerbuk bisa lebih aktif membantu terjadinya persarian bunga. Sedangkan pada keadaan kecepatan angin  kencang, kehadiran serangga penyerbuk menjadi berkurang sehingga akan berpengaruh terhadap keberhasilan penangkaran benih.




  1. ANALISIS KORELASI DAN REGRESI
1.       Grafik r ≈ -1


















Grafik
3.8Panjang Penyinaran VS Kelembaban Udara
Dalam analisis  data bulanan diatas, hubungan panjang penyinaran terhadap kelembapan menunjukan korelasi yang negative. Panjang penyinaran merupakan variable peubah (x) yang akan mempengaruhi variable peubah takbebas (y) yaitu kelembapan. Nilai korelasi adalah -0.512, nilai tersebut mendekati -1 yang berarti kenaikan nilai peubah bebas diikuti dengan penurunan peubah takbebasnya. Nilai regresi dari persamaan adalah -0.1013, yang berarti setiap kenaikan 1 nilai dari PP(%) menyebabkan penurunan nilai RH(%) sebesar-0.1038. Hubungan penurunan tersebut merupakan akibat dari pengaruh panjang penyinaran.Panjang penyinaran dipengaruhi oleh banyaknya partikel di udara, cair maupun padat. Semakin lembab udara makapartikel cair akan semakin banyak yang berarti panjang penyinaran akan semakin kecil. Sebaliknya semakin jarang partikel cair di udara maka panjang penyinaran semakin tinggi dan kelembapan semakin rendah.Nilai korelasi yang negative juga dapat diartikan sebagai kedua satuan memiliki hubungan berbanding terbalik.







2.      Grafik r ≈ +1
Grafik 3.9 Panjang Penyinaran VS Evaporasi
Berdasarkan data yang diperoleh, hubungan panjang penyinaran (PP) terhadap evaporasi (EV) menunjukan korelasi yang positif.Terjadinya korelasi positif menunjukkan bahwa kenaikan peubah bebas diikuti dengan peubah takbebasnya. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh panjang penyinaran merupakan variable peubah (x) yang akan mempengaruhi variable peubah takbebas (y) yaitu evaporasi. Hubungan antara kedua anasir iklim ini erat dan bebanding lurus. Ketika ada kenaikan PP maka EV juga akan mengalami kenaikan, begitu pula sebaliknya, dengan turunnya PP akan menjadikan EV juga mengalami penurunan. Nilai korelasi adalah 0,459, sehingga nilai tersebut mendekati 1 yang membuktikan bahwa kenaikan nilai peubah bebas diikuti dengan kenaikan peubah takbebasnya. Nilai regresi dari persamaan adalah 27,14. Berarti setiap kenaikan 1 nilaidari PP (%) menyebabkan kenaikan nilai EV (mm) sebesar 0,7448. Hubungan kenaikan tersebut merupakan akibat dari pengaruh panjang penyinaran. Adanya kenaikan panjang penyinaran akan diikuti dengan kenaikan evaporasi karena dengan semakin naiknya suhu akan menjadikan evaporasi meningkat. Sebaliknya bila suhu semakin rendah maka evaporasi pun akan semakin rendah pula, karena nilai korelasi yang positif memiliki hubungan berbanding lurus.






3.      Grafik r ≈ 0










Grafik 3.9 Kecepatan Angin VS Kelembaban Udara           
Grafik ini mempunyai persamaan regresi sebesar y = -0,6991x + 82,553dengan nilai koreksi -0.09, nilai tersebut mendekati 0. Antara variabel KA vs RH hampir tidak memiliki hubungan sama sekali dari setiap titik-titiknya. Jika dilihat grafik tersebut, masing-masing ayunan saling tidak menentu antara turun dan naiknya sehingga tidak memengaruhi kecepatan angin.
Manfaat dari data analisis klimatologi adalah penentuan masa tanam, masa penyemprotan pupuk, penyemprotan pestisida, dll.Contohnya data curah hujan dapat digunakan sebagai perkiraan untuk irigasi, seberapa besar jumlah air yang diperlukan saat musim kemarau, hal ini dapat dilihat dari rata- rata curah hujan tahunan. Dapa mengetahui pola tanam dan jenis tanaman yang akan di tanam , karena tidak semua jenis tanaman dapat di tanam pada curah hujan tinggi atau rendah.
Adapun dari data panjang penyinaran yang berpengaruh juga dengan suhu dan kelembaban. Pada tanaman yang paling berpengaruh dengan radiasi sinar matahari ketika proses fotosintesis, respirasi, transpirasi , evaporasi. Dengan adanya data lamanya panjang penyinaran , jika tanaman diperlukan tindakan tertentu dapat dilakukan dengan acuan data tersebut.Iklim juga akan mempengaruhi serangan hama dan penyakit ke tanaman. Pada musim kemarau hama akan berkembangbiak dengan sangat pesat. Sebaliknya pada musim hujan , jamur dan patogen mudah sekali menyerang tanaman di suhu yang rendah. Dari data- data yang ada kita dapat menyiapkan strategi untuk  mengendalikan hama dan pathogen.
VI. KESIMPULAN
1. Anasir-anasir iklim seperti Evaporasi, Kelembaban Udara, Panjang Penyinaran, Suhu,
Kecepatan Angin, Curah Hujan saat di lapangan akan saling mempengaruhi dan saling
berhubungan satu sama lainnya.
2. Untuk mengetahui hubungan antar anasir-anasir iklim yang diamati
dengan metode
Statistika (Regresi dan Korelasi)
3.Pendekatan yang dipakai unuutuk mengetahui apakah grafik yang dihasilkan berdistribusi
normal digunakan pendekatan Regresi dengan nilai r = +1 (positif sempurna), r = 0 (tidak
ada hunbungan sama sekali), r = -1 (negatif sepurna).
4. Analisis data meteorologi sangat baik digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan anasir-anasir iklim secara timbal balik.
5. Dari bidang meteorologi, parameter yang biasanya diukur dan diolah datanya adalah suhu
udara, kelembaban udara, panjang penyinaran, evaporasi, curah hujan, dan kecepatan angin




















DAFTAR PUSTAKA
Jackson, I.J. 1984. Climate, Water, and Agriculture in Tropical. John Willey and Sons,
NewYork.
Linder, Van der. 1981. An Input-Output Analysis with Respect to Water and It’s Load for a
Tropical Watershed.The Indonesia Journal of Geography, 11 (42).halaman : 19-39.
Sudjana.1991. Teknis Analisis Regresi dan Korelasi.Tarsito. Bandung.
Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat KurvaIntensity-Duration-Frequency
(IDF) di Kawasan RawanBanjir Kabuaten Banyumas. Jurnak Teknik Sipil, Vol.
3,No.1. Purwakarta : Universitas Jendral Sudirman.
Sosrodarsono. S. 1978. Hidrologi untuk Pengairan.PT. Pradnya Paramita. Bandung.
Transportation Research Board of The National Academies 2013. Analytical Procedures for
Determining the Impacts of Reliability Mitigation Strategies. National Academy of
Sciences.




            

0 comments:

Post a Comment

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM
Powered by Blogger.

Recent Post

Total Pageviews

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM