9/8/15

TUGAS PENGERTIAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan.Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
 Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber­kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen­dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan­jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehi­dupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren­canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.  Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba­ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran ter­sebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara kese­luruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan,  antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pem­bangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan ma­syarakat yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, moderni­sasi diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masya­rakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisio­nal.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan se­cara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan seba­gai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkat­an dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsi­kan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring de­ngan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisah­kan secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya Admi­nistrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemam­puan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kuali­tatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak ha­rus terjadi dalam pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangun­an. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/per­luasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.

1)        Pembangunan pertanian menurut Mosher (1987), Pembangunan pertanian dapat berjalan dengan adanya lima syarat pokok, namun percepatan pembangunan pertanian diperlukan dukungan faktor-faktor pelancar yang berhubungan dengan geraknya sumber daya manusia dan pendayagunaan sumber daya alam secara optimal agar mencapai produktivitas yang tinggi serta mencapai tujuan pembangunan secara jelas dan terfokus.

2)        Pembangunan pertanian menurut (Lynn, 2003) adalah bagian utuh dari pembangunan. Industri harus menyediakan barang untuk petani. Lapangan kerja non pertanian perlu untuk mempertahankan keluarga di daerah pedesaan. Produksi pangan harus konsisten dengan selera konsumen.

Rencana pembangunan ekonomi Indonesia pada saat orde baru dilakukan secara sentralistik dengan pendekatan kuasa dengan sistem bureaucracy-authoritariannya yang menciptakan pola patrimonial. Rencana opersional perencanaan Orde Baru disusun secara hierarkis integratif dengan unsur-unsur:
1.      Rencana atau Program Nasional Pembangunan Lima Tahun (Repelita dan Propenas)
2.      Daftar isian proyek/kegiatan (Dip/Dik) atau pembangunan tahunan (Repeta), dan
3.      Rencana Operasional Pelaksanaan/kegiatan (ROP)[1]
          Program-program tersebut merupaka komitmen pembangunan ekonomi jangka panjang dan menengah. Dalam upaya pembangunan tersebut memang prioritas utama adalah ekonomi, bukan kesejahteraan rakyat ataupun petani. Dalam sistem bureaucracy-authoroitarian biasanya birokrasi merupakan alat yang digunakan pemerintah untuk perpanjangan tangannya. Jadi implementasi kebijakan semata-mata merupakan pesanan dari elit karena sifatnya yang top-down. Pembangunan jangka panjang maupun menengah saat itu dianggap sebagai produk politik yang tidak boleh direvisi.
          Jadi adanya kemungkinan bahwa kebijakan mengenai pertanian yang dilakukan oleh Orde Baru merupakan upaya untuk meningkatkan perekonomian negara hanya saja melalui sektor pertanian karena diangap berpotensi. Munculnya kesejahteraan petani dan perhatian pemerintah kepada aktivitas pertanian hanya merupakan dampak dari upaya tersebut. Sistem bureaucracy-authoroitarian baisanya memiliki kecenderungan untuk memprioritaskan pada komitmen terhadap pembangunan ekonomi, namun meminggirkan demokrasi.
          Dalam pelaksanaannya terutama untuk hal diversifikasi pertanian, Indonesia belum bisa melaksanakan hal tersebut karena adanya prioritas dalam produksi beras dan komoditas yang lain cenderung ditinggalkan masyarakat, komoditas menjadi tidak beragam. Dalam urusan teknologi pun Indonesia tidak dapat mengimbangi teknologi asing. Tidak seperti India yang berhasil melakukan substitusi impor, indonesia masih bergantung kepada produk teknologi asing dan masih belum dapat membuatnya sendiri. Hal tersebut menjadikan Indonesia tidak mandiri dan selalu gagal dalam upayanya membentuk agroindustri. Teknologi yang dimiliki sektor pertanian Indonesia baik penanaman maupun pasca panen sangat tidak memadai.
          Pemerintah berhasil mempertahankan para tenaga kerja pertanian bukan karena kesejahteraan petani terjamin namun adanya setting bahwa tidak ada alternatif lain selain menjadi petani untuk masyarakat desa. Pemerintah tentunya sangat menginginkan stabilitas dan swasembada pangan nasional terjaga. Doktrin Soeharto tentang masyarakat desa harus bertani “beras” dan makanan pokok Indonesia adalah beras cukup mampu menanggulangi kegagalan masyarakat Indonesia melakukan diversifikasi pertanian dan kemandirian pangan pun cukup terjaga. Jadi adalah sebuah kebetulan jika upaya peningkatan ekonomi dapat menciptakan kesejahteraan petani, stabilitas dan swasembada pangan. Yang masih kurang adalah perihal teknologi indutri pertanian hingga kini Indonesia masih kurang dan selalu tertinggal dalam pengembangan tersebut sehingga dikhawatirkan akan kalah dalam persaingan internasional yang bahkan sudah terlihat sekarang. Sebagai salah satu negara penghasil beras justru kita melakukan impor beras dari luar yang menunjukkan bahwa ketahanan pangan kita sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Sedikit benarlah jika Orde Baru dikatakan cukup sukses dalam menjaga swasembada pangan kita khususnya beras karena sifat rezimnya yang terpusat dan otoriter sehingga memiliki keleluasaan dalam mengeluarkan kebijakan.


Strategi pembangunan pertanian 20152019 menurut kementerian pertanian (www.pertanian.go.id)
1. Menjadikan basis produksi komoditas pangan, komoditas ekspor, penyedia bahan baku industri dan bioenergi dengan pendekatan kawasan
2. Meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian
3. Menyediakan prasarana dasar bidang pertanian
4. Memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani
5. Meningkatkan tata kelola kepemerintahan yang baik





0 comments:

Post a Comment

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM
Powered by Blogger.

Recent Post

Total Pageviews

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM